Ketersediaan dan kestabilan harga beras kembali menjadi perhatian utama menjelang akhir tahun 2025. Dalam situasi di mana fluktuasi harga pangan masih sering terjadi, seorang senator dari DPD RI menegaskan pentingnya peran Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB) dalam menjaga pasokan dan harga beras agar tetap stabil demi kesejahteraan masyarakat.
Menurut senator tersebut, beras bukan sekadar komoditas pangan utama, tetapi juga indikator stabilitas ekonomi dan sosial daerah. Kenaikan harga beras, meski sedikit, dapat berdampak langsung terhadap inflasi dan daya beli masyarakat, khususnya di wilayah pedesaan yang sebagian besar menggantungkan hidup dari sektor pertanian.
“Pemprov NTB harus hadir secara konkret dalam mengawal distribusi dan ketersediaan beras di seluruh kabupaten dan kota. Ini bukan hanya tugas pemerintah pusat, tetapi juga tanggung jawab bersama antara pemerintah daerah, petani, dan pelaku distribusi,” ujarnya dalam pernyataannya di Mataram.
Peran Strategis NTB sebagai Lumbung Pangan Timur Indonesia
Nusa Tenggara Barat selama ini dikenal sebagai salah satu daerah penopang kebutuhan pangan di kawasan Indonesia Timur. Produksi padi dari Lombok dan Sumbawa cukup tinggi, bahkan sebagian dikirim ke daerah lain. Namun, tantangan muncul ketika musim kemarau panjang menyebabkan penurunan produksi, sementara permintaan tetap tinggi.
Senator tersebut menilai, peran Pemprov NTB sangat krusial dalam memastikan rantai pasok berjalan lancar. Dukungan terhadap petani berupa penyediaan benih unggul, subsidi pupuk tepat sasaran, dan perbaikan infrastruktur irigasi menjadi faktor penting untuk menjaga produktivitas.
“Pemprov NTB memiliki peluang besar untuk menjadi model daerah yang mandiri pangan. Namun itu harus diiringi dengan kebijakan yang berpihak pada petani dan sistem distribusi yang efisien,” tambahnya.
Pengawasan Distribusi dan Kolaborasi Daerah
Selain aspek produksi, pengawasan distribusi beras juga mendapat sorotan. Di beberapa wilayah, harga beras naik bukan karena kurangnya stok, tetapi akibat rantai distribusi yang panjang dan permainan harga di tingkat pedagang.
Untuk mengatasi hal ini, senator mendorong Pemprov NTB bersama Bulog dan dinas terkait agar memperkuat sistem pengawasan di lapangan. Transparansi dalam distribusi, serta penggunaan teknologi digital dalam pemantauan stok dan harga, dinilai mampu menekan potensi penimbunan atau spekulasi pasar.
“Kolaborasi lintas sektor menjadi kunci. Pemerintah daerah tidak bisa bekerja sendiri. Harus ada sinergi dengan pihak swasta, BUMD pangan, hingga kelompok tani untuk memastikan pasokan tetap aman dan harga terjangkau,” katanya.
Dampak terhadap Ketahanan Pangan Daerah
Kestabilan harga beras tidak hanya berdampak pada ekonomi rumah tangga, tetapi juga pada ketahanan pangan daerah secara keseluruhan. Ketika harga naik, konsumsi masyarakat menurun, yang pada akhirnya bisa memicu masalah gizi. Karena itu, menjaga harga tetap stabil adalah bagian dari upaya menciptakan kesejahteraan dan keadilan ekonomi.
Senator tersebut juga mengingatkan agar Pemprov NTB aktif dalam memperkuat cadangan beras daerah. Dengan memiliki stok yang cukup di gudang-gudang pemerintah, NTB dapat merespons cepat ketika terjadi lonjakan harga akibat faktor musiman atau bencana alam.
Dorongan untuk Kebijakan Berkelanjutan
Dalam jangka panjang, NTB diharapkan tidak hanya fokus pada pengendalian harga, tetapi juga transformasi sistem pangan yang berkelanjutan. Pemanfaatan teknologi pertanian modern, pengembangan sistem pertanian organik, dan peningkatan kapasitas petani muda menjadi arah strategis yang perlu digalakkan.
“Ketahanan pangan tidak bisa dicapai hanya dengan intervensi sesaat. Diperlukan kebijakan jangka panjang yang melibatkan seluruh elemen masyarakat,” tegas senator tersebut.
Kesimpulan
Penegasan senator ini menjadi pengingat bahwa kestabilan harga beras bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat, melainkan juga komitmen nyata dari pemerintah daerah. Peran aktif Pemprov NTB dalam menjaga pasokan dan harga beras akan menentukan kesejahteraan petani, kestabilan ekonomi daerah, serta ketahanan pangan masyarakat.
Dengan langkah strategis, kolaboratif, dan berorientasi pada keberlanjutan, NTB berpeluang besar menjadi contoh sukses dalam menjaga stabilitas pangan nasional di masa depan.
